Senin, 29 Desember 2014

KOTA TUA

Sebenarnya jalan-jalan ke Kota Tua tidak masuk dalam rencana liburan kali ini, tapi entah kenapa, suami tiba-tiba, kemarin ... Ahad, 28 Desember 2014, pulang dari kerja bakti di Mesjid Jami Al A'laa dekat rumah kami langsung bilang "Kita ke KoTu yuuk ...".  Saya tanya "Kapan?" Suami jawab "Sekarang". Padahal waktu itu sudah jam 10.30 WIB.  Suami bilang, kita berangkat jam 11.00 WIB. Tanpa ba-bi-bu lagi, langsung saya dan suami bersiap-siap untuk pergi ke Kota Tua Jakarta.

Molor 30 menit dari rencana awal, akhirnya berangkat dari rumah jam 11.30 WIB (hehehe) ... Dari rumah saya dan suami naik motor sampai Stasiun Bekasi. Dekat stasiun, suami menitipkan motor di tempat penitipan motor yang letaknya tidak jauh dari gerbang Stasiun Bekasi, karena suami tidak bisa parkir di dalam area stasiun. Parkiran di area stasiun khusus bagi yang berlangganan. Sedangkan suami bukan pelanggan parkir di sana.

Pukul 12.10 WIB, saya dan suami sudah berada di dalam Stasiun Bekasi, setelah membeli tiket commuterline untuk tujuan Stasiun Kota, kita langsung menuju musholla yang ada di dalam stasiun, karena waktu sholat dzuhur telah masuk. Setelah sholat dzuhur, saya dan suami menuju peron arah Stasiun Kota. Tidak lama, kereta menuju Stasiun Kota pun datang. Alhamdulillaah ... dapat tempat duduk.

Saya sangat menikmati perjalanan dalam kereta. Soalnya keretanya enak, dingiiiin dan tidak penuh (norak ya). Saya pun menghafalkan nama-nama stasiun, dimulai dari Stasiun Kranji sampai Stasiun Jatinegara karena walaupun tinggal di Bekasi sudah 11 tahun tapi baru kali ini naik kereta dari Stasiun Bekasi (hadeeuuh kemana aja sich selama ini) ... Naaah, kalau dari Stasiun Manggarai sampai Kota, saya masih hafal.

Setelah menikmati perjalanan dari satu stasiun ke stasiun lainnya, akhirnya sampai juga di Stasiun Kota. Penuh dan ramai itulah gambaran Stasiun Kota. Keluar dari Stasiun Kota, kami langsung menyeberang dan berjalan kaki menuju Kota Tua. Sepanjang kami berjalan kaki, sudah penuh dengan orang-orang, baik arah menuju Kota Tua maupun yang dari Kota Tua.

Begitu memasuki kawasan Kota Tua ... waaaaaahhh, rame bangeeeettt. Saya melihat, seorang anak perempuan sedang naik sepeda, tapi dia bingung mau kemana, karena terlalu banyak orang. Kalau begini,  tidak bisa naik sepeda nich ... ruang gerak untuk sepeda sangat terbatas. Akhirnya kami berjalan-jalan mengitari kawasan Kota Tua.  Belum lama kami berjalan, perut terasa keroncongan,  tapi saya dan suami tidak ingin makan nasi. Setelah lihat-lihat makanan yang ada di sana, pilihan kami jatuh pada mie ayam. Awalnya pesan mie ayam aja, tapi ternyata kurang, perut masih terasa lapar, akhirnya pesan ketoprak, pas banget, tukang jualannya di sebelah tukang mie ayam. Pesannya 1 piring aja sich, jadilah kami makan ketoprak satu piring berdua, biar romantis (^_^)

Setelah memenuhi hak perut, kami lanjutkan keliling-keliling. Oh, ya ... di sana kami berfoto dengan salah satu pejuang Indonesia yaitu Panglima Besar. Sudirman tapi bukan Sudirman asli (he he he). Bergantian, saya dan suami berfoto. Selesai foto-foto, kami lanjutkan dengan keliling-keliling lagi. Cape keliling, akhirnya kami duduk dekat boneka-boneka yang isinya orang, yang paling saya suka Masha. Lucuu ... Lagi asyik duduk-duduk, saya melihat ada seorang nenek yang lagi asyik ber-selfie-ria ... Waduuuhhh, kalah eeuuuyyy sama nenek-nenek (^_^)

Menjelang Ashar, kami langsung menuju musholla yang ada di depan Pusat Grosir Kota Tua. Lebih awal ke sana, biar tidak antri di kamar mandi dan tempat wudhunya. Setelah sholat Ashar, kami langsung pulang, menuju ke Stasiun Kota lagi. Tiba di Stasiun Kota, kaget bukan kepalang, banyak banget orang seperti lautan manusia. Bahkan untuk mencharge tiket commuterline, antriannya itu panjaaaaang. Penuh sesak, susah nafas ... melihat situasi seperti itu, suami langsung mengambil keputusan untuk keluar lagi, dan membeli tiket di Stasiun Jayakarta saja. Akhirnya, saya dan suami pun meninggalkan Stasiun Kota, dengan menaiki Bajaj Biru kami menuju Stasiun Jayakarta. 

Sesampainya di Stasiun Jayakarta, pemandangan yang sangat kontras ... sepiiiii bangeettt. Dan dengan cepat kami pun bisa mendapatkan tiket untuk menuju Stasiun Bekasi. Dengan menaiki anak tangga yang lumayan banyak, akhirnya kami pun bisa istirahat sejenak di Stasiun Jayakarta. Tidak menunggu lama, kereta menuju Stasiun Bekasi pun datang. Alhamdulillaah, saya masih dapat tempat duduk, tapi kalau suami harus rela untuk berdiri dulu sampai Stasiun Buaran, barulah di Stasiun Buaran, suami bisa duduk, karena banyak penumpang yang turun. 

Begitulah perjalanan kami menikmati hari Ahad, liburan yang dadakan tapi menyenangkan. Untuk kalian semua, selamat berlibur dan selamat menikmati liburan juga ya ...


Tambun - Bekasi

Kamis, 16 Oktober 2014

Diblokir atau Unfollow , Jangan Galau

60 menit yang lalu saya terbangun dan melihat ada 1 pesan yang masuk ke inbox FB di HP, yang isinya curhat seorang teman karena FB-nya diblokir oleh seseorang. Hmm ... dalam 1 pekan ini, sudah ada 3 orang yang curhat tentang hal yang sama, mengenai blokir atau unfollow, yang intinya mereka resah dan gelisah karena sudah diblokir atau diunfollow oleh orang-orang yang mereka kenal. Lagi-lagi saya menanggapinya dengan memberikan emoticon senyuman seperti kedua teman saya sebelumnya :).

Saat diblokir atau diunfollow oleh teman di media sosial, setiap orang berbeda menanggapinya, ada yang serius, tapi ada juga yang santai, seperti saya (^_^). Tapi, walaupun santai, saya punya catatan sendiri mengenai blokir atau unfollow. Berikut ini adalah catatan saya mengenai blokir atau unfollow :

1. Memblokir atau meng-unfollow adalah hak seseorang. Kita tidak bisa paksa orang lain untuk tidak memblokir atau meng-unfollow kita. Begitu juga sebaliknya. Jadi, kalau saat ini orang lain melakukannya pada kita, mungkin lain waktu kita yang akan melakukannya juga pada orang lain. So, tenang aja temans, ini hal yang biasa terjadi di media sosial. Jangan masukin ke dalam hati ... hehehe

2. Setiap orang yang memblokir atau meng-unfollow selalu punya alasan. Naah, masalahnya, alasannya ini tidak pernah sampai ke kita. Tapi, ga usah juga dikejar-kejar orang itu untuk mendapatkan alasan, yang ada nanti orang itu malah semakin "bete" sama kita, cuekin aja. 

3. Sadari bahwa masih banyak yang mau berteman dengan kita. Bersyukur, kalau teman di dunia nyata jauh lebih banyak daripada teman di dunia maya. Karena memang seharusnya seperti itu. Jadi, jangan dipusingin dengan hanya 1 orang yang blokir atau unfollow. Kalau pusing, sebentar aja, atau langsung minum obat pusing, biar pusingnya langsung move on (^_^).

4. Introspeksi diri. Untuk yang satu ini, perlu dilakukan, maksudnya supaya kita tidak mudah memvonis kesalahan pada orang lain, padahal sebenarnya masalahnya justru ada di diri kita sendiri.

Dari semua ini, intinya jika ada masalah berkaitan dengan komunikasi, lebih baik disampaikan dan dijelaskan. Kalau didiamkan saja, bisa berakibat tidak baik. Tidak selamanya diam itu menyelesaikan masalah, yang ada malah menambah masalah, karena setiap orang mempunyai persepsi berbeda dan belum tentu benar. Tapi jika diam adalah pilihannya, maka jalani saja kehidupan ini sebagaimana mestinya, tidak perlu galau. Kebanyakan galau, merugikan diri kita sendiri.

Saya bukan dosen komunikasi  apalagi pakar komunikasi, pastilah apa yang saya tulis ini masih jauh dari teori-teori komunikasi yang baik. Jadi, jika merasa masih mengganjal di hati dari tulisan saya ini, silahkan langsung konsultasi pada dosen komunikasi atau pakar komunikasi, karena mereka lebih paham tentang hal ini dan tentunya mereka akan memberikan solusi yang tepat untuk bertindak secara arif dan bijaksana dalam berkomunikasi di media sosial.

Tambun - Bekasi

Rabu, 15 Oktober 2014

Gusi Meradang Nafsu Makan Pun Hilang

Senin, 13 Oktober 2014 

Senin sore, di mulut terasa ada yang mengganjal & terasa nyeri. Coba lihat di kaca, oh ternyata gusi bengkak. Langsung keluar, pergi ke warung depan rumah, beli minuman larutan pereda panas dalam. Beli 3 botol, yang 2 botol masuk dulu ke kulkas, yang 1 botol langsung di minum. Mudah-mudahan nyerinya hilang, itu harapan saya.

Ba'da maghrib, nyerinya masih terasa, bahkan lebih hebat, tidak ada pilihan, ambil segelas air hangat ditambah 1 sendok garam, larutin, langsung kumur-kumur dan berharap nyerinya hilang. Ditunggu, 1 jam , 2 jam sampai 3 jam berlalu, nyerinya semakin hebat, dan bukan hanya gusi yang bengkak, tapi juga pipi pun ikutan bengkak. Ambil larutan yang masih tersisa di kulkas, langsung minum dua-duanya. Setelah itu, pipi yang bengkak diolesin Suncream. Karena pernah juga, gigi cenat-cenut, diolesin suncream di pipi, langsung hilang cenat-cenutnya. Tapi kali ini ternyata saya salah, nyeri dan bengkak semakin bertambah. Melihat bengkaknya pipi, aduuuhh, mesti diolesin pake apa lagi ya? ... Akhirnya saya memilih untuk membiarkan saja, kali aja nanti bengkaknya hilang sendiri.

Selasa, 14 Oktober 2014

Bangun pagi, ada yang terasa aneh dengan wajah, berasa wajah tidak simetris, lihat di kaca ... owhhh ternyata bengkaknya belum hilang, malah semakin besar. Tidak ada pilihan lain, tidak masuk sekolah. SMS ke Wakasek Kurikulum dan WA dengan panitia UTS, menginformasikan tidak bisa mengawas hari itu, biar jadwal mengawas digantikan oleh guru yang lain. Setelah mandi pagi, duduk di depan kaca rias di kamar, melihat wajah, ini tuch harus diapain ya dan harus dikasih obat apa? ... Berfikir sendirian, karena suami sedang tidak ada di rumah, beliau sedang mengantarkan ibunya ke Slawi Jawa Tengah dari hari Senin pagi sampai dengan 2 hari ke depan. Tanya ke adikku, Bundanya Rafly dan Radit di Depok by WA, katanya pake Cataflam 50 mg. Cepet buat ngilangin gusi yang bengkak. Setelah dapat info itu, sebenarnya pengen cepat-cepat beli obat itu di apotek, tapi berhubung di rumah sendirian, jadilah tertunda beli obatnya. Ditambah badan juga meriang. Jadi, ga bisa keluar rumah. 

Mengisi hari dengan mencoba berbagai cara untuk menghilangkan bengkak ala sendiri, mulai dari taruh langsung garam ke gusi yang bengkak sampai ngolesin es batu di pipi yang bengkak. Ternyata semuanya ga ada hasil. Bengkaknya masih eksis. Diperparah dengan kesulitan untuk bicara, mengunyah dan menelan makanan. Jadilah kemaren, nafsu makan hilang. Keadaan ini berlanjut sampai menjelang maghrib ...
Ba'da maghrib berfikir, kalau tidak dipaksa masuk makanan, bisa tambah parah nih penyakit ... Akhirnya dengan dipaksa, masuk juga makanan, supaya perut tidak kosong. Walaupun kesulitan saat masukin makanan ke mulut, mengunyah dan menelannya, tapi tidak ada pilihan lain, harus makan, daripada penyakitnya bertambah satu lagi, kan tambah repot nanti. Setelah makan, saya minum obat pereda nyeri yang ada di rumah ... Alhamdulilllaah, nyerinya hilang, tapi bengkaknya belum. Saya fikir, ga pa-pa dech, mungkin bertahap. Akibat minum obat pereda nyeri, membuat saya ngantuk hebat, karena memang efek dari obat pereda nyeri yang saya minum salah satunya membuat ngantuk. 

Rabu, 15 Oktober 2014

Bangun pagi di hari Rabu ini, lebih  semangat, karena tau, suami akan pulang pagi dari Slawi (hehehe) ... Lihat ke kaca lagi, hmmm, bengkaknya masih ada, tapi nyerinya sudah hilang. Pukul 08.30, suami pun datang ... seneng banget. Oh ya, hari ini pun saya belum masuk ke sekolah, karena pipi masih bengkak banget-banget. Suami pulang sekaligus membawa obat Cataflam dan Amoxylin, 2 obat yang baik diminum saat gusi bengkak, kata adik yang sudah pernah kena gusi bengkak dan juga dari penjaga di apotek, saat suami beli obat di apotek di daerah Mangun Jaya II sekalian pulang dari Slawi. Karena sebelumnya sudah sarapan bubur nasi, kedua obat itu pun langsung saya minum. Sampai saya menulis cerita ini, pipi saya masih bengkak, tapi mudah-mudahan berangsur-angsur hilang. Aamiin ...

Tambun - Bekasi

Minggu, 12 Oktober 2014

Pengalaman Pertama Naik APTB

Kemarin, Sabtu, 11 Oktober 2014, saya dan suami menghadiri acara pernikahan sepupu saya di daerah Cawang. Awalnya kami akan naik motor ke sana, tapi karena Jum'at - Sabtu pagi, suami ada acara MABIT di sekolah, maka rencana tersebut berubah. Suami tidak mau mengendarai motor sampai Cawang, karena  masih terasa ngantuk. Suami memberikan alternatif pilihan menuju ke Cawang, pertama naik kereta api dari stasiun Kota Bekasi. Untuk menuju ke stasiun Kota Bekasi kami harus berkendara motor dulu dengan jarak yang lumayan jauh. Pilihan kedua naik APTB di Bulak Kapal. Melihat kondisi suami yang masih lelah, saya memilih pilihan kedua, yaitu naik APTB di Bulak Kapal, kebetulan saya pun belum pernah naik APTB (norak banget ya ... hehehe).

Berangkat (dari Tambun menuju Cawang)

Pukul 11.15, kami berangkat dari rumah menuju Bulak Kapal. Perjalanan kurang lebih 30 menit dari rumah ke Bulak Kapal, siang itu jalanan agak macet. Setelah menitipkan motor di tempat penitipan motor, kami pun menunggu APTB di halte Bulak Kapal. APTB yang kami tunggu jurusan Bekasi - Tnh.Abang. 10 menit berlalu, APTB yang kami tunggu pun datang. Kami langsung naik dan Alhamdulillaah banyak bangku kosong, kami pun langsung menuju bangku kosong dekat pintu & duduk manis (^_^).

Awalnya APTB akan lewat Tol Timur, tapi karena macetnya parah banget, akhirnya Pak Supir, puter balik ke arah Bulak Kapal dan melanjutkan perjalanan melalui Tol Barat. Alhamdulillaah di tol barat tidak terjadi kemacetan yang parah seperti tol timur.

Di dalam APTB, nyaman sekali, ber-AC dan ruangannya lebih luas dibandingkan dengan bus-bus pada umumnya. Karena saya baru pertama kali naik APTB, jadilah saya benar-benar menikmati, lihat-lihat sekeliling di dalam APTB. Kebetulan juga, penumpang APTB tidak terlalu banyak dan sssttt ... saya memperhatikan aktivitas para penumpang, ada yang asyik dengan gadgetnya, ada yang tidur, bahkan ada yang merapihkan maskaranya (hehehe), yang ngobrol malah tidak ada. Naaah, kalau suami, asyik menikmati tidurnya.

Memasuki jalan tol, barulah kernet menarik ongkosnya, besarannya Rp. 9.000,-. Perjalanan pun sangat lancar. Oh ya, APTB ini, bus yang boleh melewati jalur Bus Way lho. Warnanya biru. Sedikit menambah wawasan APTB singkatan dari Angkutan Perbatasan Terintegrasi Bus Transjakarta. Kurang lebih 40 menit, sampailah kami di halte Bus Way Stasiun Cawang, tempat tujuan kami. Setelah turun dari APTB, kami lanjutkan perjalanan dengan sedikit berolahraga yaitu menaiki dan menuruni anak tangga jembatan penyebrangan serta menuruni anak tangga di stasiun Cawang untuk menuju rumah sepupu saya yang lokasinya tidak jauh dari stasiun Cawang.

Pulang (dari Cawang menuju Tambun)

Setelah merasa cukup bersilaturrahiim dengan keluarga sepupu dan bertemu dengan sepupu-sepupu lainnya, maka pukul 14.30 kami pamit pulang. Melewati rute yang sama, kami pun menunggu APTB jurusan Bekasi-Tnh.Abang kembali di halte Bus Way Stasiun Cawang. Berbeda saat berangkat, yang tidak perlu menunggu lama kedatangan APTB, saat pulang, kami harus menunggu sekitar 45 menit, barulah APTB jurusan Bekasi datang. Saat masuk ke dalamnya, waaaahh ... ternyata penuh. Bukan hanya penuh oleh orang, tapi juga penuh dengan barang, maklum APTB yang kami naiki dari Tanah Abang. Ada 3 karung besar di dalam APTB. Tapi, karena karung-karung besar itu posisinya dibaringkan, jadilah saya bisa duduk di atasnya bersama dengan penumpang lainnya, sementara suami berdiri tidak jauh dari tempat saya duduk, karena sudah tidak kebagian tempat untuk duduk di atas karung itu (maaf ya ...).

Di pintu Tol Timur, banyak penumpang turun termasuk keluarga yang memiliki karung-karung tersebut. Jadilah, saya dan suami bisa duduk nyaman dan berdampingan. Lumayan ... merenggangkan otot kaki dan pinggang (hehehe) dan di halte Bulak Kapal kami pun turun dan berjalan menuju tempat penitipan motor. Perjalanan menuju rumah tercinta dilanjutkan dengan bermotor ria. Alhamdulillaah, kami selamat sampai rumah.

Tambun - Bekasi

Senin, 26 Mei 2014

Senin Pagi di Pekan Terakhir Bulan Mei 2014

Pukul 07.40 WIB saya dan suami meninggalkan Depok untuk kembali ke Tambun Bekasi. Biasanya kami melakukan perjalanan hari Ahad pagi atau Ahad sore menuju rumah, tapi kali ini berbeda ... Senin pagi ... dan sudah menjadi rahasia umum kalau Senin itu hari yang super sibuk dan jalan raya super macet.

Melintasi jalan raya Kukusan Depok - jalan raya Srengseng Sawah - jalan raya Desa Putera sampai keluar mendekati stasiun Lenteng Agung, jalanan masih ramai lancar, tapi mulai dari stasiun Lenteng Agung sampai perempatan TB. Simatupang ... macetnya luar biasa. Kami berkendaraan motor, tapi masih merasakan kemacetan itu. Untuk selap-selip mengalami kesulitan. Akhirnya, ikuti saja arus yang ada.

Sebenarnya suasana demikian sudah biasa. Saat saya kuliah pun pemandangan macet di depan kampus (IISIP Lenteng Agung Jakarta) sudah menjadi makanan sehari-hari. Saya harus berangkat pagi-pagi sekali jika ada kuliah hari Senin jam 08.00, karena jika tidak, terlambat terus masuk kuliah yang jam pertama.

Bersabar di tengah kemacetan, ternyata tidak mudah. Terutama saya. Kesabaran saya terusik oleh pengendara lain yang tidak mau sabar. Motor naik ke atas trotoar, lalu kemudian langsung memotong dan mengambil tempat persis di depan motor kami, ditambah klakson mobil dan motor yang saling bersahutan, padahal sudah macet, ngapain juga klakson dibunyiin. Bikin sakit telinga. Bagi mereka yang terbiasa terjebak kemacetan mungkin sudah tidak aneh, sedangkan saya ... hmm, tidak ada pilihan lain kecuali ber-sa-bar.

Selepas perempatan TB. Simatupang menuju Pasar Rebo, mulai ramai lancar. Naaah, ada kejadian lagi, sebelum pertigaan arah Condet, dari TB. Simatupang, banyak sekali kendaraan motor yang melaju semaunya sendiri. Mereka memotong, berlawanan arah dengan kecepatan lumayan tinggi. Bahaya banget ... Saya mengingatkan suami untuk berhati-hati, jangan sampai bersenggolan dengan mereka. Suami bilang, kita ga salah, yang salah mereka. Saya cuma senyum kecut melihat keadaan itu dibalik helm. Mau bagaimana lagi ...

Senyum kecut saya tidak perlu lama. Akhirnya, kelegaan berkendaraan pun kami rasakan, selepas perempatan Pasar Rebo menuju Kp. Rambutan. Lancaaarr. Apalagi jalur yang kami lalui, jalur alternatif (baca : Jalur Alternatif Tambun - Depok). Hmmm, legaaaa. Alhamdulillaah kami pun selamat sampai di rumah. 

Terlepas dari kejadian hari ini, saya salut pada mereka yang berhadapan setiap hari dengan kemacetan. Demi memenuhi kebutuhan keluarga mereka tercinta, apapun rintangannya mereka hadapi. Tapi ... jangan lupa ya, saat di jalan raya "Jadilah Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas dan Budayakan Keselamatan sebagai Kebutuhan" seperti slogannya Korlantas Polri yang sudah dikampanyekan sejak dua tahun yang lalu. (^_^)

Tambun - Bekasi

Kamis, 22 Mei 2014

Kerinduan yang Memuncak

Tahun 2009 dan 2010 merupakan tahun kesedihan bagi saya dan kedua adik perempuan saya. Pada tanggal 26 September 2009, ayah berpulang ke Rahmatullaah akibat adanya pengentalan darah di otak dan tahun berikutnya ibu menyusul, tepatnya tanggal 5 Oktober 2010, setelah satu tahun  berjuang dengan penyakit kanker serviksnya. Tidak pernah terbayangkan akan kehilangan kedua orang tua yang hebat dalam waktu 1 tahun.

Kesedihan yang luar biasa tak terbendung. Air mata mengalir deras membasahi mukena dan sajadah. Merindukan canda tawa mereka selalu hadir setiap saat. Bayangan kebersamaan yang indah selalu mencuat.

Hari, bulan dan tahun berganti. Mulai terbiasa tidak menatap wajah mereka lagi. Tapi, ada 1 kehilangan teramat sangat saya rasakan, kesempatan yang takkan pernah saya dapatkan lagi yaitu kehilangan do'a restu mereka. Do'a restu yang selalu menyertai saat saya ujian sekolah, ujian skripsi, menikah bahkan saat saya berjuang melahirkan anak pertama. Do'a mereka menjadi kekuatan tersendiri bagi saya.

Wajah ayah dan ibu takkan pernah terhapus sampai kapan pun, canda tawa mereka terekam permanen dalam putaran kehidupan. Kalau saat ini ada kerinduan yang memuncak dalam dada, kerinduan itu adalah kerinduan akan do'a restu orang tua, karena ... do'a restu mereka sudah berhenti di tanggal 5 Oktober 2010 dan takkan pernah saya dapatkan lagi.
 

Tambun - Bekasi

Jumat, 16 Mei 2014

Nuansa Keindahan Membaca Al Qur'an One Day One Juz

Alhamdulillaah, kurang lebih 4,5 bulan saya bergabung dalam komunitas One Day One Juz. Komunitas yang pada tanggal 4 Mei lalu, mengadakan Grand Launching-nya di Mesjid Istiqlal dan mendapatkan Rekor Muri, bukan hanya nasional tapi juga internasional. Di sini, saya tidak akan menulis tentang komunitas One Day One Juz, karena sudah banyak penulis-penulis hebat menuliskannya. Tapi, yang saya tulis adalah nuansa keindahan yang saya dapatkan setelah menjalankan One Day One Juz.

Menyelesaikan tilawah satu hari satu juz bahkan lebih, biasanya saya lakukan saat bulan Ramadhan. Sedangkan di bulan-bulan lain, belum maksimal. Tetapi, setelah bergabung dalam komunitas One Day One Juz, semuanya berubah. Walaupun awalnya dipaksa untuk menyelesaikan satu hari satu juz, tapi akhirnya menjadi biasa. Dari yang tadinya berat akhirnya menjadi sangat ringan.

Dari kebiasaan inilah saya mendapatkan beberapa nuansa keindahan yang luar biasa, pertama yaitu hati menjadi tenang. Untuk saya yang sekarang bergelut dalam dunia konseling, ketenangan hati amat sangat mempunyai peran yang penting ketika saya membantu siswa-siswi menyelesaikan masalah. Begitu juga saat menjadi tempat curhat ibu-ibu di majlis ta'lim. Ketenangan hati membuat saya lebih mudah menyusun kata demi kata dalam memberikan solusi.

Nuansa keindahan kedua yang saya dapatkan adalah kemudahan dalam segala urusan. Mungkin ini terdengar klise, tapi saya merasakannya. Tidak bisa saya tuliskan satu persatu urusannya, karena terlalu banyak urusan yang sudah Allah mudahkan untuk saya.

Nuansa keindahan ketiga adalah kekuatan Ukhuwah Islamiyah. Dari yang tidak kenal menjadi mengenal. Saling mengingatkan dan memberi semangat menjadi makanan sehari-hari. Tegur sapa, canda ria bercampur menjadi satu dalam rangkaian kebersamaan. Kebiasaan memberi semangat ini saya tularkan ke anak didik saya, ibu-ibu majlis ta'lim dan yang paling utama ke diri saya sendiri. (^_^)

Itulah tiga nuansa keindahan yang saya dapatkan. Saya yakin ODOJERS lain pun merasakan hal yang sama, bahkan mungkin lebih banyak lagi  yang mereka dapatkan.

Dari semua ini, saya menyimpulkan bahwa satu perbuatan baik yang kita lakukan dan terus menerus pasti akan memberikan energi positif yang melahirkan nuansa keindahan, membawa hidup kita ke arah yang lebih baik. Dan tidak lupa, dalam setiap do'a, saya memohon agar diistiqomahkan membaca Al Qur'an "One Day One Juz". Aamiin.

Group ODOJ 1138
Tambun - Bekasi


   

Sabtu, 04 Januari 2014

Tambun - Ciwidey

Bagi teman-teman yang ingin menikmati wisata Kawah Putih dengan kendaraan umum, silahkan menyimak tulisan saya. Karena saya akan berbagi cerita dan pengalaman selama melakukan perjalanan dari Tambun sampai ke Wisata Kawah Putih Ciwidey Bandung.
Sudah siap untuk menyimak? 

Sebenarnya saya dan suami merencanakan untuk pergi ke Bandung hari Senin - Selasa, 30-31 Desember 2013, namun karena tidak mendapat penginapan yang kosong kami mengurungkan niat tersebut. Kami mencari penginapan by online. Semua kamar dari hotel, cottage, wisma pada tanggal yang kami mau sudah full. Tidak ada yang kosong sama sekali. Akhirnya kami memutuskan untuk menunda dulu rencana kami ke Bandung. 

Saya tetap mencari penginapan by online untuk tanggal 2 Januari 2014, dan ternyata untuk tanggal tersebut banyak sekali yang kosong. Akhirnya, saya dan suami memutuskan untuk ke Bandung pada hari Kamis, 2 Januari 2014. Dan kami sepakat untuk naik kendaraan umum saja, karena ingin menikmati serunya perjalanan dengan kendaraan umum, hitung-hitung belajar jadi "Backpacker". Hehehe ....

Perjalanan dimulai dari Tambun pukul 09.00 WIB, kami berangkat dari rumah, saya berboncengan motor dengan suami sampai Bulak Kapal, lalu suami menitipkan motornya di tempat penitipan motor. Setelah itu, perjalanan kami lanjutkan dengan angkot menuju terminal Bekasi. Dari terminal Bekasi, perjalanan kami lanjutkan dengan Bis Primajasa Bekasi-Bandung. Kami naik yang Primajasa AC Executiv, ongkosnya Rp. 48.000,-/orang. Banyak macamnya Bis Primajasa ini, ada yang Non AC, AC seat 2-2, silahkan saja dipilih. Tapi kami memilih AC Executiv untuk kenyamanan. Hehehe .... Menunggu sekitar 15 menit, lalu bis pun melaju menuju Bandung.

Setelah melakukan perjalanan kurang lebih 2 jam, akhirnya kami sampai di terminal Leuwi Panjang Bandung. Istirahat sebentar, kemudian melanjutkan perjalanan lagi dengan mobil colt Bandung-Ciwidey. Mobil ini ngetem dulu di terminal, menunggu penumpang penuh baru jalan. Saya tidak menyangka, ternyata jarak antara Leuwi Panjang - terminal Ciwidey lumayan jauh, memakan waktu kurang lebih 1,5 jam. Ongkos mobil colt ini Rp. 10.000,-/orang.

Sesampainya di terminal Ciwidey, saya dan suami mencari rumah makan Padang karena perut terasa lapar. Tapi ternyata, tidak kami temukan di sana. Justru banyak ditemui adalah warung nasi/warteg, maklum karena terminal Ciwidey dekat dengan pasar. Kami makan dengan lahap sambil mengobrol dengan yang punya warung nasi. Ternyata, bapak yang punya warung nasi pernah tinggal di Pondok Gede Bekasi selama 15 tahun. Jadilah kita ngobrol seputar Bekasi dan sekitarnya (^_^).

Setelah makan siang selesai, kami pun melanjutkan perjalanan dengan mobil angkot warna kuning, jurusan Ciwidey-Situ Patenggang. Saya dan suami lumayan menunggu lama di dalam angkot, karena ngetem, menunggu penumpang lainnya. Sambil menunggu, suami membuka pembicaraan dengan salah satu penumpang, namanya Ibu Nenden. Suami menanyakan tentang alamat penginapan yang rencananya akan kami sewa, penginapan Nugraha. Informasi dari Bu Nenden, penginapan tersebut lokasinya jauh dari tempat wisata Kawah Putih, beliau memberikan informasi tentang penginapan yang dekat dengan lokasi Kawah Putih. Bu Nenden menghubungi adiknya yang bernama Pak Mas. Pak Mas ini penanggung jawab penginapan di daerah Cimanggu Ciwidey. Alhamdulillaah, ada penginapan yang kosong untuk kami dan dekat dengan tempat wisata Kawah Putih. Tenang rasanya, setelah pembicaraan penginapan selesai, Bu Nenden cerita tentang kawasan Ciwidey-Cimanggu dan sekitarnya serta tempat-tempat wisata apa saja yang ada di sana. Bu Nenden turun dari angkot terlebih dahulu. Kami pun menikmati perjalanan berikutnya. Ongkos angkot ini sampai dengan gerbang wisata Kawah Putih Rp.8.000,-/orang.

Sampai di gerbang wisata Kawah Putih, kami pun turun dari angkot. Suami langsung menghubungi Pak Mas untuk mencari tahu di mana lokasi penginapan yang akan kami sewa. Tidak berapa lama, Pak Mas pun datang, beliau sangat ramah sekali dan beliau juga mengantarkan kami menuju lokasi penginapan yang ternyata adalah rumah beliau yang disewakan bagi siapa saja yang ingin menginap. Rumahnya enak, lokasinya dekat sekali dengan jalan raya, untuk ruangannya terdapat 2 kamar tidur, masing-masing springbed double, ruang tamu lengkap dengan bangku dan sofa, televisi 21 inchi dengan fasilitas channel yang banyak, parabola euy dan fasilitas karaoke, dapur lengkap dengan kompor gas dan peralatan makannya serta kamar mandi yang cukup luas dengan fasilitas air hangatnya juga. Rumah Pak Mas dua lantai, lantai 1 inilah yang kami sewa, sedangkan beliau ada di lantai 2. Biaya sewanya pun hanya Rp.300.000,-/malam. Menurut kami, ini murah, karena lokasinya sangat strategis. Dari tempat penginapan kami, selain dekat dengan Kawah Putih, juga dekat dengan tempat wisata Pemandian Air Panas Cimanggu, dan Kebun Teh Walini, masing-masing hanya berjarak 300 meter dari penginapan. Kami memutuskan untuk beristirahat dulu di penginapan, mengembalikan tenaga untuk perjalanan ke Kawah Putih besoknya. Oh ya, air dan udara di penginapan kami super dingin, 1000% dinginnya (^_^).

Keesokan harinya, tepat pukul 06.45 WIB kami pun melakukan jalan pagi menuju Kebun Teh Walini yang berjarak hanya 300 meter. Hmmm, kuhirup udara dalam-dalam menikmati kesejukan dan kesegarannya. Kami pun berfoto-foto di area kebun teh, tapi yang paling banyak foto sich suami. Narsis dikit ga pa-pa lah, mumpung lokasinya bagus banget katanya.

Di kebun teh, kami tidak lama, hanya 45 menit saja. Lalu kami kembali ke penginapan untuk bersiap-siap menuju Kawah Putih. Sekitar pukul 08.15 WIB kami pun meninggalkan penginapan, tentunya setelah berpamitan dengan Pak Mas. Dari penginapan menuju Kawah Putih, kami naik angkot kuning, hanya sebentar, 10 menit naik angkot, kalau naik motor mungkin hanya 5 menit. Kalau jalan, terasa cape juga (^_*).

Setibanya di gerbang tempat wisata Kawah Putih, kami langsung menuju loket tiket. Dan kami harus membayar Rp. 56.000,-/berdua, jadi masing-masing Rp.28.000,- sudah termasuk dengan mobil ontang-anting pulang pergi. Oh ya, mobil ontang anting ini ongkosnya Rp.13.000,-/orang tapi sudah include di tiket awal. Kalau membawa kendaraan sendiri bisa langsung menuju lokasi Kawah Putihnya yang berjarak kurang lebih 5 Km lagi dari gerbang. Saya sarankan, kalau mau membawa kendaraan sendiri naik ke atas, harus yang benar-benar sudah ahli dalam menyetir, karena lokasinya yang berkelak-kelok. Di mobil ontang-anting saya dan suami sangat menikmati perjalanan, kanan kiri pemandangannya pohon-pohon pakis dan pohon-pohon besar. Alhamdulillaah cuaca pun mendukung sekali, sangat cerah.

Setelah menempuh perjalanan 5 Km, akhirnya sampailah kami di lokasi Kawah Putih. Aroma belerang sudah tercium ketika kami menginjakkan kaki di area depan. Tidak lupa, kami pun membeli masker terlebih dahulu, agar aroma belerang tidak terhirup banyak oleh kami. Menapaki tangga demi tangga turun ke bawah sudah terpampang pemandangan yang luar biasa. Tidak berhenti, kalimat thoyyibah "Subhanallaah" keluar dari mulut tiada henti. Sungguh Indah Maha Karya-Mu ya Allah. Kami pun mencari posisi yang bagus untuk berfoto-foto. Berhubung kami datang hanya berdua saja, jadilah foto-foto kami ala "selfie" alias foto-foto sendiri. Setelah puas berfoto-foto, akhirnya kami menyudahi berkeliling di area Kawah Putih. Pukul 10.00 kami kembali dari Kawah Putih dan melanjutkan dengan mobil angkot kuning untuk menuju terminal Ciwidey. Tidak lupa untuk membeli oleh-oleh, kami memilih memperbanyak oleh-oleh strawberry saja. Lebih sehat. Hehehehe ...

Perjalanan dilanjutkan dengan rute yang sama seperti kemarin. Tiba di terminal Leuwi Panjang pukul 12.00. Suami sholat Jum'at terlebih dahulu di mesjid dekat terminal Leuwi Panjang, saya menunggu di terminal Leuwi Panjang. Setelah selesai sholat Jum'at, kami pun makan siang di rumah makan Sunda dekat mesjid. Setelah pesan, betapa kagetnya saya , nasinya luar biasa banyaknya. 3x dari porsi biasa saya makan. Suami senyam senyum melihat porsi yang begitu banyaknya. Setelah perut kenyang, akhirnya kami pun kembali ke Bekasi dengan menggunakan Bis Primajasa lagi, tapi kali ini bisnya AC seat 2-2, bukan yang executiv, karena bis AC seat 2-2 itulah yang akan berangkat terlebih dahulu. Ongkosnya Rp.42.000/orang. Beda Rp.6.000,- dengan yang executiv, tapi nyaman juga. Dari terminal Leuwi Panjang pukul 13.30 dan sampai di Bekasi pukul 15.30.

Begitulah perjalanan mengisi sisa waktu liburan kami dari Tambun - Ciwidey ala backpacker amatir. Seru dan sangat menyenangkan. Tunggu cerita kami di perjalanan berikutnya ya .... 



Tambun - Bekasi